MODUL 3
Menuju Bisnis yang Responsif dengan Perubahan Iklim: Peluang Ekonomi dari Upaya Mitigasi yang Dapat Dilakukan Kelompok Petani dan Koperasi/UKM
Yustisia Rahman
Penulis
LATAR BELAKANG
Laporan terbaru (6th Assessment Report) yang diterbitkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change/Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim) telah mengkonfirmasi peran signifikan manusia dalam perubahan iklim. Aktivitas manusia berkontribusi pada peningkatan suhu permukaan secara global sebesar 1,1° C pada tahun 2020-2021 jika dibandingkan dengan kondisi pada kurun 1850-1900. Upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan inisiatif global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca telah dilakukan melalui pengesahan beberapa instrumen internasional pokok terkait perubahan iklim: Konvensi Internasional Mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), Protokol Kyoto, dan terakhir Paris Agreement pada tahun 2015.
Sebagai tindak lanjut implementasi Paris Agreement di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Peraturan ini menjadi rujukan utama saat ini untuk semua pelaksanaan kegiatan/ proyek perubahan iklim yang dilakukan di Indonesia oleh semua stakeholders (Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Swasta, NGO). Pemerintah juga telah menerbitkan beberapa peraturan yang menjadi acuan pelaksanaan NEK, membentuk Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPDLH) yang akan berperan sebagai hub bagi pendanaan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta menyempurnakan platform pencatatan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam Sistem Registrasi Nasional (SRN). Perkembangan ini membuka kesempatan bagi kelompok masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan NEK dan memperoleh manfaat ekonomi dari inisiatif-inisiatif adaptasi dan/atau mitigasi perubahan iklim yang dilakukan di tingkat tapak.
TUJUAN
- Memberikan informasi kepada peserta mengenai dampak perubahan iklim dan kontribusi anthropogenic emissions (emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia) terhadap pemanasan global.
- Meningkatkan kapasitas peserta untuk mendesain kegiatan yang memiliki potensi mitigasi perubahan iklim
- Memberikan informasi kepada peserta mengenai skema pendanaan adaptasi dan/atau mitigasi perubahan iklim yang tersedia setelah Paris Agreement dan Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon serta skema pendanaan lainnya.
POKOK BAHASAN
- Merefleksikan dampak perubahan iklim yang langsung dirasakan oleh peserta.
- Pemaparan mengenai jenis kegiatan dan sumber emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global dan upaya yang dilakukan untuk memitigasinya.
- Mengidentifikasi jenis kegiatan dalam lingkup organisasi/pekerjaan peserta yang menghasilkan emisi GRK dan upaya mitigasinya.
- Melakukan telaah atas kegiatan dalam lingkup organisasi/pekerjaan peserta yang memiliki potensi mitigasi perubahan iklim.
- Pemaparan mengenai peluang pendanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan menggunakan skema pemanfaatan nilai ekonomi karbon dan skema pendanaan lainnya.
OUTPUT
- Peserta memahami faktor-faktor penyebab pemanasan global yang berkontribusi pada perubahan iklim.
- Peserta memiliki pemahaman mengenai kontribusi dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari aktivitas keseharian dalam lingkup organisasi/pekerjaan masing-masing.
- Peserta mendapatkan pengetahuan mengenai konsep nilai ekonomi karbon dan peluang yang bisa didapatkan dari upaya mitigasi perubahan iklim dalam lingkup aktivitas organisasi/pekerjaan masing-masing.
- Peserta mampu mendesain project proposal untuk mengakses skema pendanaan adaptasi dan/atau mitigasi perubahan iklim.
METODE
Pelatihan akan diselenggarakan dengan metode partisipatif dengan memposisikan fasilitator sebagai mitra belajar setara dengan peserta.
Pelatihan akan diawali dengan pemaparan fasilitator mengenai informasi dan konsep kunci dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan peluang yang muncul dari upaya tersebut. Peserta akan dibagi kedalam kelompok kecil untuk merefleksikan beberapa hal yang menjadi output pelatihan ini. Peserta juga akan melakukan simulasi desain proyek mitigasi perubahan iklim skala komunitas dan mempresentasikannya di akhir sesi pelatihan.
PERALATAN
- Metaplan
- Kertas plano (kertas flip chart)
- Spidol besar dan kecil
- Post-it
- Selotip kertas
- Video
- Materi presentasi
- Perangkat dasar: laptop, proyektor, sound system, internet
RINCIAN WAKTU
Durasi | Materi | Metode/Keterangan |
---|---|---|
5 menit | Perkenalan fasilitator | |
5 menit | Sesi berbagi peserta | Sharing dari salah satu kelompok kecil Peserta. Ini adalah ajang latihan bagi peserta. |
15 menit | Pemaparan tentang dampak perubahan iklim | Ceramah |
10 menit | Group Activity -1 | Diskusi kelompok |
10 menit | Pemaparan tentang Upaya Mitigasi Perubahan Iklim | Ceramah |
10 menit | Group Activity -2 | Diskusi Kelompok |
10 menit | Pemaparan tentang Nilai Ekonomi Karbon | Ceramah |
10 menit | Group Activity -3 | Diskusi kelompok lanjutan |
15 menit | Presentasi group |
LANGKAH-LANGKAH
1. Persiapan
2. Perkenalan (5 menit)
Fasilitator menjelaskan tujuan dan highlight presentasi.
3. Sesi berbagi peserta (5 menit)
Kelompok peserta yang mendapat giliran akan berbagi masalah atau pengalaman mereka.
4. Pemaparan tentang dampak perubahan iklim (15 menit)
Fasilitator menjelaskan tentang konsep dasar mitigasi perubahan iklim dan dampak peningkatan emisi GRK di atmosfer.
Dampak Perubahan Iklim
- Laporan terbaru (6th Assessment Report) yang diterbitkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change/Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim) telah mengkonfirmasi peran signifikan manusia dalam perubahan iklim. Aktivitas manusia berkontribusi pada peningkatan suhu permukaan secara global sebesar 1,1° C pada tahun 2020-2021 jika dibandingkan dengan kondisi pada kurun 1850-1900.
- Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang terakselerasi sejak Revolusi Industri berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan pemanasan global. Secara umum, aktivitas yang berkontribusi pada peningkatan emisi GRK tersebut didorong oleh penggunaan energi yang tidak berkelanjutan, penggunaan dan perubahan peruntukan lahan, serta gaya hidup dan corak produksi serta konsumsi yang meninggalkan jejak karbon yang tinggi. Secara kumulatif, emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas manusia (anthropogenic emissions) pada kurun 1850-2019 mencapai 2400±240 GtCO2 dimana 42% diantaranya muncul pada kurun waktu yang relatif singkat (1990-2019).
- Lebih lanjut IPCC melaporkan bahwa pada tahun 2019 konsentrasi CO2 (elemen gas rumah kaca yang paling dominan) di atmosfer telah menyentuh angka 410 ppm, sebuah kondisi yang tidak pernah terjadi dalam kurun 2 juta tahun terakhir. IPCC juga melaporkan peningkatan konsentrasi gas methane (CH4) sebesar 1886 ppb dan gas nitrogen oksida (NO2) sebesar 332 ppb, angka tertinggi yang tidak pernah terjadi dalam kurun 800 ribu tahun terakhir. Pada dasarnya ketiga jenis gas rumah kaca tersebut dihasilkan pula dari aktivitas alamiah, namun perubahan pola hidup manusia pasca revolusi industri meningkatkan konsentrasi emisi GRK tersebut di atmosfer dan telah disepakati oleh para ilmuwan sebagai penyebab pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.
- Terdapat bukti yang kuat yang menunjukan keterkaitan antara peningkatan konsentrasi emisi GRK di atmosfer dalam kurun 1 abad terakhir dengan perubahan pola cuaca dan peningkatan intensitas cuaca ekstrim di beberapa tempat. Hal ini berujung pada persebaran dampak merusak perubahan iklim dan munculnya kerugian dan kerusakan terkait perubahan iklim pada sistem ekosistem dan kehidupan manusia. Ironisnya, kelompok masyarakat rentan yang paling sedikit berkontribusi pada peningkatan emisi GRK di atmosfer justru menjadi kelompok yang paling merasakan dampak perubahan iklim.
Dampak substansial perubahan iklim dan kerugian serta kerusakan yang terkait dengan perubahan iklim (sumber: 6th Assessment Report IPCC, 2023) - Diperkirakan terdapat kurang lebih 3,3-3,6 milyar manusia yang hidup dalam kategori yang sangat rentan terdampak perubahan iklim. Daerah dan kelompok masyarakat yang masih tertinggal dalam pembangunan diproyeksikan akan berada dalam kondisi sangat rentan terdampak perubahan iklim. Semakin sering terjadinya cuaca ekstrim akan berdampak pada ketahanan pangan dan ketersediaan sumber air bersih. Tercatat pada kurun 2010-2020, angka kematian akibat bencana yang terkait dengan cuaca ekstrim (banjir, kekeringan, badai) 15 kali lebih tinggi di daerah rentan terdampak perubahan iklim dibandingkan daerah lain yang tidak termasuk dalam kategori rentan. Selain cuaca ekstrim, pemanasan global juga menyebabkan mencairnya es di wilayah kutub yang secara global akan berdampak pada kenaikan muka air laut dan mempengaruhi kehidupan masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil. Kasus kehilangan mata pencaharian dan ruang hidup masyarakat di pulau kecil sudah terjadi di beberapa negara Oceania, dan diperkirakan akan mendorong terjadinya migrasi besar-besaran masyarakat dari wilayah ini ke daerah yang dianggap lebih aman di masa yang akan datang. Terkait dengan hal tersebut, terdapat kasus yang menarik perhatian dunia ketika Ioane Teitiota (video tentang peristiwa Teitota), seorang warga Kiribati yang mengungsi ke New Zealand mengajukan status sebagai pengungsi berdasarkan hukum internasional yang lazimnya diberikan kepada mereka yang meninggalkan negara asalnya karena perang atau konflik. Teitiota mengajukan status pengungsi perubahan iklim dimana dia beralasan kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim di Kiribati menyebabkan sulitnya kehidupan dan berkurangnya mata pencaharian.
Proyeksi Terjadinya Dampak Perubahan Iklim (sumber: 6th Assessment Report IPCC, 2023)
Proyeksi temperatur global di masa yang akan datang dengan berbagai skenario penurunan emisi yang dapat dilakukan (sumber: 6th Assessment Report IPCC, 2023)
5. Group Activity -1 (10 menit)
Peserta dibagi ke dalam group untuk merefleksikan dampak perubahan iklim yang mereka rasakan dalam lingkup sehari-hari atau perkejaan.
6. Pemaparan tentang Upaya Mitigasi Perubahan Iklim (10 menit)
Fasilitator menjelaskan tentang Paris Agreement, NDC, dan telaah atas aksi mitigasi yang masuk dalam target NDC Indonesia.
a. Upaya Mitigasi Perubahan Iklim
- Upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan inisiatif global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca telah dilakukan melalui pengesahan beberapa instrumen internasional pokok terkait perubahan iklim: Konvensi Internasional Mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), Protokol Kyoto, dan terakhir Paris Agreement pada tahun 2015. Paris Agreement menandai rezim baru dalam penanggulangan dampak perubahan iklim dan upaya mobilisasi sumber daya untuk menurunkan emisi GRK serta pendanaan untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
- Perbedaan signifikan Paris Agreement dibandingkan dengan instrumen lainnya adalah tidak adanya lagi pembebanan kewajiban penurunan emisi GRK yang mengikuti status ekonomi dan pembangunan negara-negara pihak. Semua negara berkewajiban untuk melakukan upaya penurunan emisi gas rumah kaca namun dengan tetap menekankan negara-negara maju, yang secara historis berkontribusi paling banyak pada peningkatan konsentrasi emisi GRK, untuk memberikan dukungan pendanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta transfer teknologi rendah karbon kepada negara-negara berkembang agar penurunan agregat emisi GRK secara global dapat benar-benar terwujud.
- Paris Agreement memandatkan negara-negara pihak untuk melaporkan Nationally Determined Contribution (NDC) atau Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional kepada sekretariat UNFCCC yang memuat komitmen dan target penurunan emisi GRK masing-masing negara. NDC menjadi instrumen yang sangat penting untuk mengukur sejauh mana negara-negara pihak dapat berkontribusi pada penurunan emisi GRK secara global dan seberapa besar dukungan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai target yang tertuang dalam NDC. Lebih lanjut, NDC juga menjadi instrumen terpenting sebagai acuan dalam pemanfaatan nilai ekonomi karbon dari upaya mitigasi perubahaan iklim sebagaimana tertuang dalam Article 5 (terkait dengan mitigasi di sektor kehutanan) Article 6 (terkait dengan skema perdagangan karbon sukarela dan mekanisme Internationally Transferred Mitigation Outcomes/ITMO) yang diharapkan dapat menjadi insentif bagi kelompok swasta untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.
- NDC pertama dari para pihak telah dilaporkan pada Oktober 2021 dan disimpulkan bahwa meski semua target penurunan emisi GRK dalam NDC masing-masing negara tercapai, rerata temperatur global bumi akan tetap naik diatas 1,5° C di abad ke-21 ini dan di masa yang akan datang akan semakin sulit untuk menjaga agar tidak ada kenaikan diatas 2° C. Indonesia sendiri telah menyampaikan NDC dan melakukan pembaharuan pada tahun 2022 (Enhanced NDC) dimana target penurunan emisi GRK meningkat dari 29% menjadi 31,98% dari kondisi BAU (business as usual dengan baseline di tahun 2010) tanpa dukungan internasional atau 41% yang ditingkatkan menjadi 43,20% dari kondisi BAU dengan dukungan pendanaan internasional.
- Dokumen ENDC Indonesia juga menjabarkan ragam kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai target penurunan emisi GRK tersebut. Dokumen ini dapat menjadi acuan bagi keterlibatan pihak-pihak non-negara untuk berpartisipasi di didalamnya.
Sektor | Aksi Mitigasi | Jenis Kegiatan |
---|---|---|
Energi | Energi Terbarukan | ⇒ Penambahan daya yang bersumber dari energi terbarukan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik ⇒ Panel surya ⇒Biofuel ⇒Cofiring ⇒Biomass dan Biogas |
Efisiensi Energi | ⇒ Peningkatan manajemen energi ⇒ Pembaharuan instalasi/peralatan untuk efisiensi energi ⇒ Kendaraan listrik ⇒ Penerangan jalan dengan lampu yang efisien ⇒ Penggunaan kompor listrik | |
Bahan Bakar Rendah Emisi | ⇒ Konversi BBM dari RON 88 ke RON yang lebih tinggi ⇒ Konversi kerosin ke LPG ⇒ Gas alam terkompresi (CNG) untuk transportasi publik ⇒ Ekspansi jaringan pipa gas | |
Pembangunan Pembangkit Listrik Dari Batubara Bersih (Clean Coal and Gas Plant) | ||
Reklamasi Pasca Tambang | ||
Pertanian dan Peternakan | Budidaya/pemanfaatan tanaman pangan yang rendah emisi (low emission crops) | |
Implementasi konsep pemanfaatan air yang efisien dalam manajemen sumber daya air | ||
Penggunaan pupuk organik | ||
Pengelolaan kotoran ternak untuk biogas | ||
Pemberian suplemen makanan untuk ternak | ||
Kehutanan | Penurunan angka deforestasi | Pencegahan degradasi hutan dengan mencegah illegal logging dan mempercepat pembangunan hutan tanaman |
Rehabilitasi lahan | aforestasi, reforestasi, dan penanaman pohon | |
Peningkatan pengelolaan lahan gambut | Meningkatkan level muka air tanah gambut sebesar 50 cm dari permukaan untuk mengurangi laju dekomposisi gambut | |
Restorasi lahan gambut | Pembasahan dan revegetasi lahan gambut yang rusak | |
Sampah | Subsektor Sampah Padat Domestik | ⇒ Pemanfaatan LDG (landfill gas) ⇒ Komposting sampah dan 3R ⇒ Pembangunan PLTSampah/RDF ⇒ Pemanfaatan sampah dalam rangka transisi dari pembuangan ke TPA (landfill disposal) menuju tidak ada pembuangan ke TPA (zero landfill disposal) pada tahun 2060 |
Subsektor Limbah Cair Domestik | ⇒ Pembangunan IPAL (instalasi pengelolaan air limbah) yang terintegrasi/sentralisasi yang dioperasikan dengan menggunakan sistem aerobik ⇒ Pembangunan IPLT (Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja) untuk mengatasi persoalan endapan dalam saluran septic system ⇒ Pembangunan biodigester dan pemanfaatan biogas | |
Limbah Industri | ⇒ Pemanfaatan endapan dari Waste Water Treatment Plant (WWTP) dan limbah limbah padat industri lainnya untuk komposting, penggunaan sebagai bahan mentah, penggunaan untuk energi dan sebagainya ⇒ Pengelolaan limbah cair dari industri minyak kelapa sawit, pulp and paper, sayur dan buah untuk dimanfaatkan gas methane yang dihasilkan bagi instalasi biogas | |
IPPU (Industrial Process and Processing Unit) | Industri semen | Meningkatkan produksi semen campuran yang menggunakan material alternatif untuk mengurangi rasio klinker-semen |
Amonia Plant | Pelaksanaan proyek revitalisasi ammonia plant untuk mengurangi konsumsi gas alam | |
Industri alumunium | Peningkatan operasional pabrik dengan otomatisasi feeding system, peningkatan kualitas perangkat pengolahan dari CPWB ke bar-brake tech | |
Industri Nitric acid | Penggunaan teknologi mutakhir untuk mengurangi emisi | |
industri besi dan baja | Peningkatan proses pengolahan di smelter dan pendayagunaan scrap material sisa proses produksi |
7. Group Activity -2 (10 menit)
Peserta dibagi dalam kelompok untuk mendiskusikan upaya mitigasi yang bisa dilakukan dalam lingkup organisasi/pekerjaan masing-masing.
8. Pemaparan tentang Nilai Ekonomi Karbon (10 menit)
Fasilitator menjelaskan peluang yang lahir setelah Paris Agreement dan Perpres 98/2021 di mana terdapat insentif ekonomi yang dapat diterima oleh pihak yang melakukan upaya mitigasi perubahan iklim. Fasilitator akan menjelaskan tentang :
- Akses pendanaan dari mekanisme RBP (Result Based Payment) atau Pembayaran Berbasis Kinerja yang dikelola BPDLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) untuk aksi mitigasi perubahan iklim yang berkontribusi pada pencapaian target NDC.
- Mekanisme perdagangan karbon melalui proses registrasi kegiatan mitigasi perubahan iklim ke SRN-PPI KLHK dan Bursa Karbon sebagai pelaksanaan mandat Article 6 Paris Agreement.
- Skema pendanaan ICLEI-TAP, skema pendanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang difasilitasi oleh ICLEI untuk pemerintah daerah yang dapat dilaksanakan dengan kelompok masyarakat.
-
Sesi ini ditutup dengan pemutaran video:
https://www.youtube.com/watch?v=lQyrnq4CEEw
Materi tentang nilai ekonomi karbon:
A. Nilai Ekonomi Karbon: Melihat Peluang Ekonomi Bagi UKM dan Kelompok Tani
- Sebagai tindak lanjut implementasi Paris Agreement di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Peraturan ini menjadi rujukan utama saat ini untuk semua pelaksanaan kegiatan/proyek perubahan iklim yang dilakukan di Indonesia oleh semua stakeholders (Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Swasta, NGO). Perpres 98/2021 menekankan posisi sentral karbon sebagai indikator universal dalam mengukur kinerja upaya pengendalian perubahan iklim, selain mempunyai nilai ekonomi yang penting dan memiliki dimensi internasional utamanya berupa manfaat ekonomi bagi masyarakat dari aktivitas perekonomian yang berkelanjutan sesuai dengan mandat pasal 33 (4) UUD 1945.
- Berdasarkan Perpres 98/2021, pelaksanaan NEK dilakukan melalui beberapa mekanisme:
a. Perdagangan karbon, dilakukan melalui Bursa Karbon
b. Pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payement), dikelola oleh BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup)
c. Pungutan atas karbon,
d. Mekanisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan oleh Menteri KLHK. - Sesuai dengan mandat dari Paris Agreement, negara pihak harus membuat mekanisme untuk memastikan beberapa bagian dari keuntungan yang didapat dari penyelenggaraan NEK untuk pendanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, peningkatan kualitas lingkungan hidup, serta upaya mewujudkan kondisi pemungkin (enabling condition) untuk mencapai target pembangunan dan NDC secara khusus. Dalam konteks Indonesia, lembaga yang ditunjuk untuk mengelola sebagian porsi dari keuntungan penyelenggaraan NEK adalah BPDLH (Indonesia Environment Fund).
- Nilai Ekonomi Karbon (NEK) didefinisikan sebagai nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi. Secara teknis, pemanfaatan NEK diawali dengan melakukan pencatatan kegiatan yang memiliki potensi mitigasi perubahan iklim ke dalam Sistem Registrasi Nasional (SRN) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perubahan Iklim, KLHK (https://srn.menlhk.go.id/index.php?r=home%2Findex). Pelaku usaha dan/atau pelaksana kegiatan yang memiliki potensi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim didorong untuk melakukan registrasi aktivitasnya ke dalam SRN. Secara khusus, berdasarkan Perpres 98/2021, SRN berfungsi untuk:
a. Dasar pengakuan pemerintah atas kontribusi NEK dalam pencapaian target NDC
b. Data dan informasi sumber daya aksi mitigasi perubahan iklim melalui penerapan NEK
c. Upaya untuk menghindari penghitungan ganda aksi mitigasi perubahan iklim
d. Bahan penelusuran pengalihan (unit karbon, dalam konteks perdagangan karbon luar negeri)
e. Bahan pertimbangan kebijakan operasional.
Tampilan Antar Muka SRN (www.srn.menlhk.go.id)
Tahapan registrasi aksi mitigasi, adaptasi, atau joint adaptasi-mitigasi perubahan iklim - Kelompok petani atau UKM yang dalam kegiatan usahanya menjalankan kegiatannya mencakup aktivitas yang memiliki potensi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dapat meregistrasi kegiatan tersebut ke SRN. Pada dasarnya, pelaporan ke SRN tidak hanya ditujukan untuk pemanfaatan NEK, namun untuk kegiatan yang memiliki potensi mitigasi perubahan iklim, pelaku usaha/penanggung jawab kegiatan dapat melanjutkan proses registrasi SRN dengan melakukan rangkaian kegiatan verifikasi (MRV) untuk mendapatkan Sertifikat Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) yang memiliki nilai moneter dan dapat diperdagangkan di Bursa Karbon.
Tahapan Registrasi SRN dan penerbitan SPE-GRK (sumber: Ditjen PPI-KLHK, 2023) - Saat ini terdapat beberapa kegiatan skala komunitas, yang dilakukan dalam bentuk Program Kampung Iklim (PROKLIM) yang telah teregistrasi ke dalam SRN. Kelompok Petani/Koperasi/UKM yang dalam aktivitas usahanya juga melakukan kegiatan yang memiliki potensi adaptasi dan/atau mitigasi perubahan iklim juga dianjurkan untuk melakukan registrasi ke SRN. Jika potensi mitigasi yang dilakukan memiliki potensi ekonomi yang signifikan, misalnya kelompok petani yang memiliki Perhutanan Sosial (PS) atau restorasi kawasan pesisir dengan penanaman dan konservasi mangrove, proses registrasi ke SRN dapat ditindaklanjuti dengan penerbitan SPE-GRK (Sertifikat Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca) yang bernilai moneter dan dapat diperdagangkan di Bursa Karbon yang sudah terintegrasi dengan SRN PPI.
- Perpres 98/2021 dan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan NEK (PermenLHK 20/2021 tentang Tata Laksana NEK, PermenLHK 7/2023 Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan, dan PermenESDM 16/2022 Penyelenggaraan NEK Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik) membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat/kelompok petani/masyarakat adat untuk memperoleh manfaat dari NEK. Kelompok masyarakat dapat melakukan penyelenggaraan NEK dengan dibantu oleh pendamping yang memiliki kualifikasi dan pengalaman dalam upaya adaptasi dan/atau mitigasi perubahan iklim dan perdagangan karbon. Berbagai inisiatif saat ini sedang dikembangkan untuk menjamin tindakan pengaman dalam aspek sosial dan lingkungan (social and environmental safeguards) penyelenggaraan NEK, melengkapi mekanisme yang tersedia dalam peraturan/kebijakan yang sudah diterbitkan.
- Penyelenggaraan NEK membutuhkan investasi tidak sedikit. Masyarakat selaku penyelenggara kegiatan (project proponent) yang memiliki potensi mitigasi perubahan iklim dapat memulainya dengan memastikan pencatatan baseline dan progres yang didapat selama pelaksanaan kegiatan. Sebagai mandat dari Perpres 98/2021 untuk mewujudkan kondisi pemungkin (enabling condition) perdagangan karbon, BPDLH juga dapat memberikan dukungan pendanaan kepada masyarakat untuk mengakses mekanisme perdagangan karbon melalui fasilitasi proses MRV (measurement, verification, and reporting/pengukuran, verifikasi, dan pelaporan) untuk memastikan penurunan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan.
- Sesuai dengan mandat Perpres 98/2021 dan Paris Agreement, sebagian keuntungan yang didapat dari transaksi perdagangan karbon akan disalurkan untuk pendanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dikelola oleh BPDLH. Selain itu, sesuai dengan mandat PP 46/2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, BPDLH juga berperan sebagai pengelola dana yang bersumber dari donor internasional, APBN, atau sumber pendanaan lain untuk kemudian disalurkan ke penerima manfaat (masyarakat). Saat ini BPDLH menjadi lembaga pengelola dana yang berasal dari mekanisme RBP (Pembayaran Berbasis Kinerja) di sektor kehutanan melalui beberapa program REDD+ (Penurunan Emisi GRK dari Pencegahan Deforestasi dan Degradasi Hutan).
Sumber Pendanaan BPDLH dan Mekanisme Penyaluran Pendanaan BPDLH (Sumber: BPDLH, 2023)
Mekanisme pendanaan adaptasi dan/atau mtigasi perubahan iklim dari sebagian keuntungan transaksi perdagangan karbon yang dikelola BPDLH (Sumber: BPDLH, 2023) - Skema pendanaan lain yang dapat dijadikan opsi dalam proses pendanaan yang disediakan oleh ICLEI melalui program TAP (Transformative Action Program). ICLEI TAP dikelola oleh sekretariat ICLEI di Bonn, yang ditujukan untuk pendanaan proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Proyek tersebut dapat dilakukan bekerjasama dengan kelompok masyarakat atau civil society, namun pemerintah daerah tetap menjadi project proponent utamanya. Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan kelompok masyarakat mengembangkan proposal kegiatan, untuk kemudian dilaporkan ke ICLEI melalui platform CDP-ICLEI Track (https://www.cdp.net/en/cities). ICLEI Indonesia telah membantu pengajuan proposal aksi mitigasi perubahan iklim oleh pemerintah daerah ke mekanisme ICLEI-TAP diantaranya proyek penurunan emisi dari sektor persampahan di Kota Malang (pelaksanaan kegiatan 3R, composting, dan pembangunan sanitary landfill) dan proyek transportasi hijau di Kota Jambi. Tahun ini ICLEI Indonesia juga bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan kelompok petani perkotaan dalam pengembangan proposal kegiatan urban farming sebagai bagian dari upaya restorasi ekosistem perkotaan.
9. Group Activity -3 (10 menit) (10 menit)
Peserta menindaklanjuti hasil diskusi group sebelumnya tentang upaya mitigasi perubahan iklim yang dapat dilakukan dengan membuat mock proposal kegiatan yang berisi:
- Judul proyek
- Pelaksana proyek
- Lokasi proyek
- Tujuan proyek
- Jenis kegiatan yang akan dilakukan
- Identifikasi potensi mitigasi perubahan iklim yang dapat dicapai dari kegiatan yang dilakukan
10. Presentasi Grup (15 menit)
Peserta mempresentasikan hasil diskusi mereka.